Thursday, March 22, 2007

Eragon


Senin kemarin (18/12) saya nomat Eragon bersama Tika, teman saya. Saya emang udah ngebet banget. Ngebet nonton – karena sudah lamaaa sekali rasanya sejak saya terakhir nonton di bioskop (jam kantor saya memang agak tidak bersahabat) dan ngebet nonton Eragon – karena saya membaca dua bukunya (bahkan yang pertama saya baca sebelum buku itu jadi best seller) dan saya jatuh cinta pada ceritanya yang sangat imajinatif dan penuh fantasi. Saking ngebetnya, nggak dapet tiket jam 7 di Plangi, kami pun berburu ke Planet Hollywood walau harus menunggu sampai jam 9.15.

Alkisah, Eragon adalah anak muda yang ditakdirkan menjadi dragon rider atau penunggang naga. Waktu itu, hanya ada dua naga yang tersisa, milik Raja Galbatorix dan Saphira, naga Eragon. Si Raja merasa terancam dengan kehadiran Eragon dan Saphira. Cerita pun bergulir dengan perjuangan Eragon menghindari Galbatorix menuju kaum Varden, atau kaum pejuang untuk menghimpun kekuatan melawan Raja.

Eragon tidak sendiri. Dalam perjalanannya ia ditemani oleh Brom, mantan penunggang naga yang naganya mati dalam pertempuran melawan Galbatorix. Lalu nantinya ia juga akan ditemani oleh Aria, elf yang membawa telur Saphira.

Yang saya suka? Pertama, saya suka sekali dengan bukunya: Eragon dan Eldest. Dan sedang menanti buku ketiganya. Bagi saya, Eragon adalah Harry Potter (versi lebih dewasa) plus Lord of The Rings (dengan berbagai kaum (elf, manusia, Urgal, dan lainnya), tempat-tempat, dan bahasa yang beyond imagination) plus naga. Jadi tentunya saya suka kalau filmnya dibuat. Saya sudah menantinya sejak setahun yang lalu, sejak melihat teaser posternya di Cinemags.

Kedua, saya kagum dengan si pengarang, Christopher Paolini, yang menulis karya yang (menurut saya) bisa disejajarkan dengan karya JRR Tolkien dan JK Rowling. He wrote the first book when he was 18. Holy molly, saya sih asyik pacaran doang umur segitu, hehehe…

Ketiga, CGI-nya keren bangedh (dengan ‘dh’ dan bukan ‘t’ untuk penekanan). Sangat memanjakan mata saya yang tergila-gila sama film dan nggak kesampaian sekolah di New York Film Academy.

Keempat, I love the locations. Itu di mana ya syutingnya? I love the prairies, the mountains, the rivers… Sooo beautiful!
Yang saya tidak suka? Ceritanya tidak mendetil seperti LOTR. Mungkin itu memang kendala setiap buku yang difilmkan, tapi saya rasa film ini masih bisa jauh lebih baik – apalagi kalau dipegang Peter Jackson (ya iyalah…). ‘Roh’ ceritanya justru diperpendek. Misalnya, hubungan Eragon dengan Saphira, yang terjalin semakin kuat karena pertumbuhan Saphira yang sedikit demi sedikit, malah tidak ditampilkan. Jadinya bounding mereka tidak terasa.

Begitu pula dengan hubungan Eragon-Brom. Ketika Brom tewas, kok saya tidak merasa sedih ya? Padahal saya sedih ketika membaca bukunya.

Lalu, Aria yang kurang cantik. Walaupun kecantikan itu relatif, saya rasa tidak banyak yang protes ketika Liv Tyler menjadi elf cantik Arwen di LOTR. Tapi mungkin banyak yang merasa seperti saya, menganggap pemeran Aria kurang cantik untuk menjadi peri. Apalagi nanti ceritanya Eragon akan jatuh cinta pada Aria. Kurang mantabbb jadinya. Tapi toh hal ini sering terjadi, seperti halnya Cho Chang dan Fleur yang ternyata ‘visual’-nya biasa saja, agak sedikit di bawah ekspektasi para pembaca HP.

However, film ini cukup menghibur saya. Sangat menghibur bahkan. Saya cukup menikmatinya. Mudah-mudahan film kedua dan ketiga mendaulat Peter Jackson sebagai sutradara :D

Namun yang paling saya ingat dari film ini adalah ketika opening scene ditayangkan dan saya dan Tika melihat nama Joss Stone. Kami bertanya-tanya apakah Joss Stone namanya muncul itu adalah Joss Stone yang penyanyi itu. Tiba-tiba – ketika kami sudah lupa dengan perkara Joss Stone – eng ing eng muncullah Joss Stone sebagai Angela, si peramal! Agak-agak gubrak mengingat Angela (seingat saya) adalah wanita dewasa berambut merah sementara Joss Stone agak-agak terlalu muda lah ya… Untung saja bukan Hillary Duff atau Lindsay Lohan sekalian :D
12/24/06 1:22:39 AM

No comments: